MASIGNALPHAS2101
6912188479656223598

Renungan Pancaroba

Renungan Pancaroba
Add Comments
Selasa, 02 September 2014
Hari ini adalah hari yang dingin mungkin karena masih perpindahan dari musim dingin (winter) ke musim semi (spring). Di ICU RS, hari ini saya merawat seorang pasien usia 84 tahun mantan GP (general practitioner) atau dokter umum kalau di Indonesia. Lalu menangani keluhan dari seorang permanen resident yang sudah tua dan lama tinggal di Adelaide. Sekelebat terlintas banyak wajah orang tua yang jadi pasien di ICU RS tempat saya praktek sekarang, wajah-wajah PR (permanen resident) disini yang sudah lansia serta beberapa lansia di Indonesia yang pernah saya rawat. Kalau masalah merawatnya tidak akan saya ceritakan, yang akan saya ceritakan adalah sebuah ketakutan di kepala saya yang terlintas setelah merawat orang-orang tua hari ini ditambah dinginnya udara Adelaide yang mungkin membuat saya sedikit halusinasi atau paranoid. 

Masih ingat cerita saya tentang The Power of Love (http://eriyanuar.blogspot.com.au/2014/05/the-power-of-love.html) kali ini ceritanya masih seputar tentang cinta saat kita lansia nanti namun sedikit beda. Pernahkah kita berpikir bahwa suatu saat kita nanti akan menua? Wajah ganteng/cantik, kulit yang halus, otot yang kuat, tubuh yang tegap, otak yang cerdasa serta banyak yang hal kita nikmati saat ini akan memudar dan mengubah penampilan kita menjadi tumpukan keriput, tumpukan tulang dan kulit,  dan otak kita, jangankan untuk menghitung sesuatu yang rumit, bahkan mengingat apakah sudah makan siang atau belum pun akan mengalami kesulitan? Yang tersulit adalah saat harus merelakan anak-anak kita yang sudah kita besarkan, kita jaga saat ini harus pergi dan menempuh kehidupannya sendiri?

Hari ini saya melihat beberapa lansia yang harus berjuang di masa tuanya dengan menghabiskan waktu bersama pasangannya namun bukan bersama anak-anak yang mereka besarkan karena mereka harus hidup mandiri dan mencari jalan mereka masing-masing. Kadang saya berpikir sedikit buruk, semoga saya nanti tidak usah berumur terlalu panjang, tapi saat anak-anak saya sudah dewasa dan mandiri, Alloh berkenan mengambil nyawa saya, minimal agar saya tidak menjadi beban bagi (pikiran) saya sendiri (secara psikologis) dan menjadi beban bagi anak-anak saya. Saya ingin mereka bisa menjalani kehidupan mereka dengan mandiri tanpa ada beban dari orang tuanya. Saya jadi berpikir ke orang tua saya sendiri, dimana ibu saya (seorang yang selalu saya banggakan) mampu menjadi wanita yang tegar (bahkan hari ini saat saya telepon, ibu saya sendiri di rumah, tanpa ada yang mendampingi), beliau mampu menjadi wanita yang kuat di depan saya ataupun di depan anak-anak yang lain, selalu mendoakan saya dan saudara saya agar menjadi sukses dan memiliki rejeki yang barokah (walau kadang caranya bisa bikin sebel, marah, dongkol, dll). Ayah saya juga, yang kadang suka bertingkah kekanak-kanakan, sembrono, ngeyel, namun beliau pula yang menjadi contoh bagaimana bersikap yang baik. 

Hari ini saya juga melihat pasangan yang mampu menemani pasangannya sampai tua dan menerima mereka apa adanya dalam suka maupun duka. Saya juga jadi berpikir, apakah saya bisa melakukan hal yang sama seperti mereka? Dimana istri saya selalu bisa menerima saya yang kekanak-kanakan, mata keranjang, mesum, ngeyel, tapi katanya saya lucu apalagi pas ngowoh, dia juga yang selalu merawat saya saat saya sakit, dimana saya sendiri belum tentu bisa bersikap yang sama padanya. Ah, seperti apa saat kita tua nanti ya? Hanya takdir Alloh yang mampu menjawabnya..... Jadi ingat lagunya Sheila On 7 yang "Saat Aku Lanjut Usia". Klik videonya dibawah ini.........




Saya jadi ingat lagi pada sebuah lagu yang dinyanyikan Letto yang pernah juga jadi tulisan saya yaitu "Memiliki Kehilangan" (http://eriyanuar.blogspot.com.au/2008/09/memiliki-kehilangan-thnks-for-letto-for.html) namun kali ini maknanya jadi lebih dalam lagi yaitu tidak hanya cinta dua manusia namun cinta yang lebih dalam yaitu kepada dunia dan isinya. Mau tahu lagunya? Klik videonya dibawah ini.....



Kalau dipikir dan direnungkan secara mendalam, manusia itu sebenarnya tidak punya apa-apa, punya duit banyak? nanti juga dipakai jual beli, tidak jadi milik kita; punya tanah yang luas, kalau butuh duit dijual juga, jadi bukan milik kita. Akhirnya apa-apa yang kita punya saat ini sebenarnya hanya sebatas aksesoris atau tambahan yang tidak ada nilainya sama sekali saat kita mati nanti.

Sebuah renungan lebih dalam lagi adalah kata-kata seorang teman saya dari Australia yang kebetulan juga muslim, "Rejeki itu Alloh yang mengatur, kadang manusia saja yang ekspektasinya terlalu tinggi". Kalau dipikir, benar juga, kita kadang melihat ke atas untuk masalah dunia dan lupa melihat kebawah (jangan dibantah, saya jawab punya impian itu boleh tapi jangan lupakan bahwa semua diatur oleh yang Alloh yang Maha Kuasa) jadi kalau pas lihat ke atas dan tidak mampu meraihnya jangan lupa menunduk dan lihat yang dibawah.

Semoga saat saya lanjut usia nanti, saya bisa menjadi seorang yang bermanfaat setidaknya kalau bukan saya, anak-anak saya atau tulisan saya, mungkin bisa jadi menjadi manfaat bagi orang lain. Saya jadi ingat pesan seorang pelawak yang saya mintai tanda tangan saat ikut Audisi Pelawak TPI (API) "Khoirunnas Anfauhum Linnaas" (sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain)

Pertanyaanya, 


"Sudahkah kehidupan kita membawa manfaat bagi orang lain dan mensyukuri apa yang kita dapat? 

Atau masih memikirkan diri sendiri dan iri terhadap kenikmatan yang didapat orang lain?"




Adelaide, 2 September 2014



Pojokan Nexus The University of Adelaide



Eri Yanuar

aku orangnya humoriezztttt,lucu,baek hati,suka menabung tp kalo marah, aku diem aja soale bingung. kalo kamu lg baca profileku maka kamu termasuk orang yang beruntung karna aku bingung mo ngisi apa di profile gw jd asal TULIS aja eh KAMUnya baca. KASIAN DECH LOEEEEE.............

  1. salam hangat dari kami ijin informasinya dari kami pengrajin jaket kulit

    BalasHapus